Tjokro Group, raksasa industri asal Surabaya Indonesia

Didirikan pada tahun 1948 di Surabaya. Tjokro Group memulai bisnis dengan peralatan pengolah logam metalworking warisan tradisional belanda sisa peninggalan mesin perang dunia kedua. Pada masa itu kondisi ekonomi dan sosial di Surabaya sangat sulit sekali dan penuh tantangan. Para pekerja awal Tjokro group berdedikasi untuk melakukan layanan untuk membuat dan memperbaiki bagian-bagian mesin untuk sektor industri di Indonesia yang baru merdeka.

Dari sejarahnya, grup Tjokro berdedikasi dalam bisnis metalworking yang berawal dari bengkel bubut sederhana. Tjokro group seiring waktu kini meningkatkan diri menjadi pemain terpenting dalam bisnis ini. Banyak inovasi dan peningkatan yang telah dilakukan demi memberikan layanan yang efisien, dapat diandalkan, dan berkualitas baik kepada pelanggan yang mayoritas adalah industri berat.

Saat ini Tkoro Group telah menjadi pemain terbesar monopoli disektor manufacturing presisi maupun perhotelan dan perdagangan di Surabaya maupun di Indonesia. Tjokro Group juga tetap memberikan layanan yang paling efisien dan berevolusi dari satu menjadi lebih dari lima puluh cabang di seluruh Indonesia untuk menempatkan layanan kami lebih dekat kepada pelanggan. Tjokro Group melayani berbagai jenis industri seperti pertambangan, minyak & gas, baja, pulp & kertas, semen, pembangkit listrik, petrokimia, kelautan, dan banyak lagi industri.

Tjokro Group juga berupaya di bidang manufaktur dengan memproduksi banyak suku cadang untuk otomotif, pertanian, dan alat berat untuk merek global utama. Tjokro Group memiliki pabrik manufaktur terintegrasi di Pulogadung Jakarta yang berfungsi sebagai area produksi satu atap. Lebih dari setengah abad berlalu; perusahaan Group Tjokro juga terus meningkatkan diri bagi pelanggan dengan mengikuti teknologi baru untuk permesinan, perkakas, dan sistem basis data serta mengedukasi sesama karyawan kami untuk pengetahuan yang lebih tinggi tentang teknologi terbaru untuk menjadikan diri kami lebih efisien, andal, dan berkualitas baik untuk melakukan layanan bagi pelanggan kami.

Seperti yang dikatakan oleh Tjokro, CEO dan pendiri perusahaan, “Lakukan pekerjaan dengan hati dan perhatian Anda” Tjokro Group cara akan selalu mengikuti arahan pendirinya untuk tidak pernah berhenti meningkatkan diri. Saat ini Tjokro group dipimpin oleh pak Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro.

Tjokro group seakan tidak pernah puas dengan pencapaiannya. Tidak cukup disektor manufaktur logam dan spare part engineering serta perdagangan alat teknik, Tjokro group juga merambah dunia hospitality dan pariwisata dengan unit usaha perhotelan yang investasinya sangatlah besar. Grup Konglomerasi ini melalui unit usaha SAS Hospitality justru meyakinkan diri menjadi spesialis perhotelan, selalu menjadi yang terdepan dalam strategi industrinya. Didirikan tahun 2017, saat ini SAS Hospitality juga mengelola 7 hotel, mulai dari hotel budget hingga hotel mewah dengan lebih dari 1000 kamar di 6 kota di Indonesia.

Namun kesuksesan itu semua juga tidak selamanya berjalan lancar dan mulus. Pada Agustus 2019 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut Direktur Utama PT Tjokro Bersaudara, Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro dengan pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan dikurangi masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan.

Upaya penuntutan itu dilakukan karena Eddy Tjokro dinyatakan telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap senilai Rp 55,5 Juta kepada Direktur Produksi dan Teknologi PT Krakatau Steel (Persero), Wisnu Kuncoro.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan, dikurangi selama dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan,” kata JPU pada KPK, Muhammad Asri Mustafa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, (1/8/2019).

JPU pada KPK menyebut Eddy Tjokro memberi sesuatu berupa uang tunai sebesar Rp 5,5 juta dan Rp 50 juta kepada Wisnu Kuncoro.

Pemberian uang tersebut diberikan melalui Karunia Alexander Muskitta, wiraswasta selaku perantara suap antara Eddy Tjokro dengan Wisnu Kuncoro.

Upaya pemberian suap kepada Wisnu Kuncoro itu dilakukan agar mendapatkan persetujuan pengadaan pembuatan dan pemasangan dua unit Spare Bucket Wheel Stacker/Reclaimer Primary Yard dan Harbors Stockyard yang keseluruhan bernilai Rp 13 Miliar.

Alexander Muskitta diduga bertindak mawakili dan atas nama Wisnu Kuncoro sebagai Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel.

Pada 20 Maret 2019, Alexander Muskitta menerima cek Rp 50 juta dari Kurniawan Eddy Tjokro kemudian disetorkan ke rekening Alexander Muskitta.

Pada 22 Maret 2019, uang Rp 20 juta diserahkan oleh Alexander Muskitta ke Wisnu Kuncoro di kedai kopi di daerah Bintaro. Beberapa saat kemudian terdakwa Alexander Muskitta dan Wisnu Kuncoro diamankan petugas KPK. Selama persidangan, JPU pada KPK menilai hal-hal yang memberatkan terdakwa tidak menjunjung tinggi profesionalisme, karena menggunakan broker dalam melakukan pendekatan ke pejabat BUMN.

Selain itu, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Adapun, hal yang meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, belum pernah dihukum, terdakwa berterus terang, merasa bersalah dan menyesali perbuatan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Direktur Utama PT Tjokro Bersaudara, Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro, memberikan suap senilai Rp 55,5 Juta kepada Direktur Produksi dan Teknologi PT Krakatau Steel (Persero), Wisnu Kuncoro.

Sidang beragenda pembacaan surat dakwaan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (12/6/2019).

“(Terdakwa,-red) telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang tunai sebesar Rp 5,5 juta dan Rp 50 juta kepada Wisnu Kuncoro,” kata Ali Fikri, selaku JPU pada KPK, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (12/6/2019).

“Untuk mendapatkan proyek, pada 12 September 2018, terdakwa menyerahkan uang Rp 5,5 Juta kepada Alexander Muskitta sebagai “uang operasional” dalam rangka pendekatan kepada pihak-pihak PT Krakatau Steel, antara lain Wisnu Kuncoro dan Hernanto Wiryomijoyo. Setelah menerima uang dari terdakwa, Alexander Muskitta melakukan pertemuan dengan Wisnu Kuncoro di Japanese Resto Yoshi di Hotel Gran Melia Jakarta,” kata JPU pada KPK.

Pada 20 Maret 2019, Alexander Muskitta menerima cek Rp 50 juta dari Kurniawan Eddy Tjokro kemudian disetorkan ke rekening Alexander Muskitta.

Pada 22 Maret 2019, uang Rp 20 juta diserahkan oleh Alexander Muskitta ke Wisnu Kuncoro di kedai kopi di daerah Bintaro. Beberapa saat kemudian terdakwa Alexander Muskitta dan Wisnu Kuncoro diamankan petugas KPK.

Pada dakwaan pertama, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atau pada dakwaan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sumber:

https://www.tribunnews.com/nasional/2019/08/01/dirut-pt-tjokro-bersaudara-penyuap-pejabat-krakatau-steel-dituntut-20-bulan-penjara?page=3

Awalnya dipublikasikan pada15 December 2019 @ 11:27 AM

Leave a Reply