Industri pangan Indonesia memang cukup disayangkan karena dikuasai kalangan Swasta asing dan Swasta Nasional, padahal Industri pangan memang menguasai hajat hidup orang banyak. Walaupun pemerintah Indonesia tidak memiliki Badan Usaha Milik Negara yang dominan dalam industri pangan dan pengolahan bahan pangan jadi seperti swasta, tentu semangat optimisme harus terus digaungkan dalam upaya pengembangan daya saing industri nasional Indonesia.
Industri pengolahan mencatatkan nilai ekspornya pada periode Januari-Februari 2020 sebesar USD21,76 miliar, naik 10,93% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian kinerja pengapalan produk manufaktur sepanjang dua bulan pertama tahun ini memberikan kontribusi hingga 78,92% dari total nilai ekspor yang menembus USD27,57 miliar.
“Sementara itu, nilai ekspor industri pengolahan pada Februari 2020 tercatat sebesar USD11,03 miliar, naik 2,73% dibanding Januari 2020 (m-to-m) yang mencapai USD10,73 miliar. Jika dibandingkan dengan Februari 2019 (year-on-year), kinerja ekspor industri pengolahan pada Februari 2020 naik 17,11%,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Janu Suryanto di Jakarta, Senin (23/3).
Janu menyampaikan, neraca perdagangan industri pengolahan pada periode Januari-Februari 2020 adalah surplus sebesar USD1,22 miliar. “Sedangkan, neraca perdagangan industri pengolahan pada Februari 2020 mencatatkan surplus USD2,07 miliar,” ungkapnya.
Adapun sektor industri makanan menjadi penyumbang devisa terbesar dari total nilai ekspor industri pengolahan pada Januari-Februari 2020 yang mencapai USD4,7 miliar. Angka tersebut naik dibanding perolehan di periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD4,3 miliar.
Sektor lainnya, diikuti oleh industri logam dasar yang nilai ekspornya menembus USD3,5 miliar, kemudian industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD1,9 miliar), industri pakaian jadi (USD1,4 miliar), serta industri karet, barang dari karet dan plastik (USD1,2 miliar) sepanjang dua bulan awal tahun ini.
“Industri makanan juga menjadi penyumbang paling besar pada capaian nilai ekspor industri pengolahan pada Februari 2020, yang tercatat mencapai USD2,45 miliar atau berkontribusi 22,26%,” ujar Janu. Pada Februari 2020, ekspor industri makanan naik 8,94% dibanding Januari 2020.
Jika dilihat dari faktor pembentuknya, nilai ekspor sektor industri makanan pada Februari 2020 didominasi oleh komoditas minyak kelapa sawit sebesar USD1,51 miliar atau memberikan kontribusi 61,41%, naik dibandingkan bulan Januari 2020 yang mencapai 60,62%.
Sektor lainnya, disusul industri logam dasar yang nilai ekspornya menembus USD1,77 miliar, kemudian industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD999 juta), industri pakaian jadi (USD673 juta), serta industri karet, barang dari karet dan plastik (USD600 juta) pada bulan kedua tahun ini.
“Pada Februari 2020, Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor utama industri pengolahan dari Indonesia, diikuti oleh China, Singapura, Jepang, dan India,” sebut Janu. Sedangkan dilihat pertumbuhan secara tahunan (y-o-y), kelima negara tersebut mengalami lonjakan. Amerika Serikat naik 29,05%, China (16,81%), Singapura (57,50), Jepang (12,65%) dan India (4,83%).
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, pemerintah sedang memprioritaskan pengembangan sektor industri yang berorientasi ekspor. Upaya strategis ini dinilai akan membenahi masalah struktural ekonomi saat ini, yaitu defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
“Kita ketahui, kontribusi sektor industri manufaktur hingga saat ini masih mendominasi terhadap capaian nilai ekspor nasional. Jadi, ini merupakan salah satu poin bagi pemerintah untuk memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor industri manufaktur,” jelasnya.
Dalam hal ini, Kemenperin sudah memetakan 15 sektor yang akan mendapat prioritas pengembangan untuk digenjot kinerja ekspornya. Ke-15 sektor tersebut, yakni industri pengolahan minyak kelapa sawit dan turunannya, industri makanan, industri kertas dan barang dari kertas, industri crumb rubber, ban, dan sarung tangan karet, industri kayu dan barang dari kayu, serta industri tekstil dan produk tekstil.
Selanjutnya, industri alas kaki, industri kosmetik, sabun, dan bahan pembersih, industri kendaraan bermotor roda empat, industri kabel listrik, industri pipa dan sambungan pipa dari besi, industri alat mesin pertanian, industri elektronika konsumsi, industri perhiasan, serta industri kerajinan.
“Dengan relaksasi dan pembebasan bea masuk terhadap bahan baku industri tersebut, tidak akan boleh menganggu produk-produk yang sudah dihasilkan oleh industri di dalam negeri. Selain itu, tidak boleh ada produk impor barang jadi. Intinya, Pemerintah Indonesia tidak mau ada free rider,” papar Mentri Perindustrian Indonesia.
KESIMPULAN
Pemerintah Indonesia berupaya untuk menekan disrupsi terhadap proses produksi industri manufaktur, distribusi, dan rantai pasok pada sektor industri manufaktur di dalam negeri akibat dampak virus korona (Covid-19). Langkah strategis yang dijalankan, antara lain yakni menjaga ketersediaan bahan baku agar industri manufaktur dapat terus beroperasi secara berkelanjutan.
Di Metalextra, rencana kerja kami terlaksana karena kami mendengarkan, mengulas, dan menganalisis tantangan dari pelanggan kami. Spesialis kami akan memulai dengan menghabiskan waktu di lantai workshop Anda dan di laboratorium Anda. Kemudian, kami mencari solusi dan menemukan jawaban yang sesuai dengan kebutuhan anda.
Jika Anda berminat untuk membeli alat kerja presisi ataupun beragam alat aksesoris machining dan cutting tool dimensi metric lainnya silahkan hubungi kami melalui chat online yang ada di pojok kanan bawah website ini atau melalui email: moc.artxelatem Semoga bermanfaat. Wassalam! @selas
Sumber: Siaran Pers Kementrian Perindustrian Maret 2020
Tim Kreatif Metalextra.com, Kesimpulan di tulisan ini merupakan opini Pribadi di media milik sendiri.