Total tanaman sagu Indonesia 50,33% di Pulau Papua berpotensi industri pendukung ketahanan pangan

Peringatan Pekan Sagu Nasional 2020 diselenggarakan secara serentak di kantor Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian serta di 13 provinsi yang merupakan sentra penghasil sagu di Indonesia. Peringatan ini diharapkan mampu mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan memberikan manfaat yang luas kepada masyarakat, serta menunjang upaya diversifikasi pangan untuk Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera.

Gubernur Provinsi Papua Barat Dominggus Mandacan menyampaikan, potensi pengembangan sagu di provinsi tersebut masih luar biasa. Dari 510 ribu hektare lahan sagu, yang digarap baru sekitar 20 ribu hektare atau setara 3,93%. Selebihnya berupa hutan sagu.

Kementerian Perindustrian mendorong tumbuhnya industri pengolahan sagu untuk mendorong hilirisasi pada komoditas potensial tersebut. Upaya strategis ini diyakini bakal mendongkrak nilai tambah sagu sekaligus mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Hilirisasi produk sagu diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan potensi pajak dan pendapatan asli daerah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mewakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada acara Pekan Sagu Nusantara (PSN) dengan tema “Sagu Pangan Sehat untuk Indonesia Maju” di Jakarta, Selasa (20/10).

Menperin menyebutkan, saat ini sebanyak 50,33% total luas tanaman sagu Indonesia berada di Pulau Papua. Pemerintah telah menjadikan program peningkatan pengelolaan sagu nasional sebagai salah satu program prioritas. “Hal ini sejalan dengan kebijakan Bapak Presiden Joko Widodo dalam melakukan pembangunan Indonesia melalui wilayah pinggiran,” terangnya.

Lebih lanjut, pemerintah memasukkan pengolahan sagu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Artinya, pemerintah memandang sagu sebagai bagian yang penting dan strategis bagi ketahanan pangan nasional terutama menghadapi krisis pangan seperti yang diprediksi oleh Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO).

Agus menyampaikan, sagu merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat menjadi alternatif pangan nasional. Sejak zaman dahulu, sagu telah menjadi pangan utama masyarakat kawasan timur Indonesia. Bahkan, kini telah banyak bentuk produk turunan dari sagu seperti glukosa, yang dihasilkan melalui pemanfaatan pati dan dapat dijadikan ethanol dan fruktosa dalam industri makanan dan minuman.

Selain sebagai bahan pangan, sagu menghasilkan glukosa yang dapat dijadikan asam organik untuk industri kimia, farmasi dan energi,” sebut Agus. Sagu juga bisa dimanfaatkan untuk menjadi dextrin yang umum digunakan di industri kayu, kosmetik, farmasi, dan pestisida.

Menteri AGK menambahkan, pandemi Covid-19 juga memberikan pembelajaran bagi semua pihak bahwa ketahanan pangan sangatlah penting. “Di tengah pandemi saat ini, ketahanan pangan nasional menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk terus berupaya memastikan pasokan pangan yang sehat kepada masyarakat,” imbuhnya.

Oleh karena itu, masa pandemi menjadi momentum yang baik untuk membangun kedaulatan pangan melalui program diversifikasi produk dan konsumsi. “Pengembangan sagu sebagai salah satu pangan pokok perlu diakselerasi. Sebab, selain berbasis kearifan lokal, hilirisasi sagu juga dapat menjaga ketahanan pangan nasional,” ujar Agus.

Apalagi, Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan untuk meningkatkan produksi bahan pangan dalam negeri agar rantai pasokan tidak terganggu. “Namun demikian, peningkatan diversifikasi pangan lokal perlu dilakukan melalui penyebaran informasi produk-produk pangan yang sehat dan bergizi sehingga dapat memberikan opsi kepada masyarakat untuk menkonsumsi berbagai sumber pangan bernutrisi lainnya seperti sagu, singkong, jagung, dan lain lain,” paparnya.

Menperin pun menegaskan, agar industri pengolahan sagu dapat tumbuh dan berkembang, perlu juga peran pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar dapat memberi perhatian khusus dalam perbaikan infrastruktur di sentra-sentra penghasil sagu.

Sebab, sagu pada umumnya tumbuh di remote area dengan infrastruktur yang masih kurang memadai seperti akses jalan maupun listrik. Oleh karena itu, kami akan berkoordinasi dengan instansi-instansi yang terkait,” jelasnya.

Selanjutnya, dalam rangka Pekan Sagu Nusantara 2020, Menperin pun memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah dan para pelaku industri kecil menengah (IKM) yang telah mengembangkan sagu dengan berbagai inovasi menjadi makanan dan aneka produk turunannya.

Kami berharap sagu sebagai pangan sehat dapat terus disosialisasikan dan dikembangkan melalui program pembangunan sagu yang dilakukan secara terpadu dari hulu sampai hilir dengan melibatkan seluruh stakeholder dan terus digulirkan menjadi program yang berkelanjutan untuk memaksimalkan potensi sagu untuk mendukung ketahanan pangan dan energi,” papar Menperin.

SAGU BAGI ORANG INDONESIA

Sagu merupakan tepung olahan yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia atau “pohon sagu” (Metroxylon sagu Rottb.). Tepung sagu memiliki karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan tepung tapioka sehingga namanya sering kali dipertukarkan, meskipun kedua tepung ini berbeda.

Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua yang tinggal di pesisir maupun makanan tradisional bagi masyarkat di Riau pesisir, Di Sumatera, Sagu biasa diolah dalam bentuk kue maupun mi laksa, sedangkan di Papua dan Ambon, sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam olahan lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan daun pisang.

Sebagai sumber karbohidrat yang tinggi, enak dan murah harganya, sagu memiliki keunikan karena diproduksi di daerah rawa-rawa (habitat alami rumbia). Kondisi ini memiliki keuntungan ekologis tersendiri, karena resiko pencemaran alam dan perusakan hutan yang minim. Secara ekonomis, di Idnoensia saat ini perkebunan sagu masih dianggap kurang menguntungkan, hal ini terjadi karena wilayah perkebunan sagu yang umumnya hutan rawa yang jauh dari jalur transportasi jalan umum.

KESIMPULAN

Di Metalextra, rencana kerja kami terlaksana karena kami mendengarkan, mengulas, dan menganalisis tantangan dari pelanggan kami. Spesialis kami akan memulai dengan menghabiskan waktu di lantai workshop Anda dan di laboratorium Anda. Kemudian, kami mencari solusi dan menemukan jawaban yang sesuai dengan kebutuhan anda.

Jika Anda berminat untuk membeli alat kerja presisi ataupun beragam alat aksesoris machining dan cutting tool dimensi metric lainnya silahkan hubungi kami melalui chat online yang ada di pojok kanan bawah website ini atau melalui email: moc.artxelatemobfsctd@selas Semoga bermanfaat. Wassalam!


Sumber:  Siaran Pers Kementrian Perindustrian OCTOBER 2020

Tim Kreatif Metalextra.com, Kesimpulan di tulisan ini merupakan opini Pribadi di media milik sendiri.

Leave a Reply