Kenapa Metanol sangat dibutuhkan industri Indonesia?

Gasifikasi batubara dan coking to methanol (GCtM) merupakan proses yang baru dikembangkan dan diindustrialisasi di Cina. Namun, pada tahap awal, gagasan integrasi hampir tidak diterapkan pada proses ini. Untuk meningkatkan derajat integrasi, makalah ini mengembangkan proses penggandaan metanol dan etilen glikol. Gagasan utamanya adalah menemukan distribusi komponen karbon dan hidrogen yang tepat untuk pemanfaatan sumber daya secara maksimal.

Proses baru ini memperkenalkan hidrogen dan penyerap karbon tambahan dengan menambahkan unit sintesis etilen glikol baru. Ini memisahkan H2 atau CO berlebihan dari berbagai aliran syngas tergantung pada komposisinya. Ini membawa lebih banyak sumber hidrogen dan karbon. Proses baru dilakukan integrasi dengan mencocokkan sink dan sumber. Pemodelan proses yang terperinci, tentu simulasinya harus dilakukan dan diverifikasi dengan referensi dan data industri. Kinerja tekno-ekonomi dianalisis dan dibandingkan dengan proses konvensional untuk menemukan keuntungan dari proses baru. Hasil menunjukkan bahwa proses baru memiliki efisiensi pemanfaatan karbon jauh lebih tinggi dari 54% dari proses GCtM, 40%. Total emisi gas rumah kaca dari proses baru adalah 1,58 t CO2 ekuivalen-1, yang 26,2% lebih rendah dari GCtM. Juga ditemukan bahwa efisiensi eksergi ditingkatkan dari 56,7% menjadi 68,1%. Adapun manfaat ekonomi, proses baru menurunkan total biaya produk sebesar 35,2% dan meningkatkan tingkat pengembalian internal sebesar 4,5%.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong terealisasinya proyek-proyek gasifikasi batubara di tanah air, termasuk rencana pembangunan coal to methanol di Batuta Coal Industrial Park (BCIP), Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pembangunan proyek pabrik metanol dari batubara dengan proses gasifikasi tersebut, merupakan upaya peningkatan kapasitas industri metanol di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat.

Kebutuhan metanol di Indonesia telah mencapai 1,1 juta ton pada tahun 2019. Sementara itu, Indonesia hanya memiliki satu produsen metanol, yaitu PT Kaltim Methanol Industri di Bontang, dengan kapasitas sebesar 660 ribu ton per tahun,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, Minggu (17/5).

Awalnya, PT. Kaltim Methanol Industri merupakan industri petrokimia yang memproduksi metanol yang berlokasi di kawasan industri PT. Kaltim Industrial Estate (anak perusahaan PT. Pupuk Kalimantan Timur) Bontang, sekitar 110 km ke utara kota Samarinda, ibukota provinsi Kalimantan Timur.

PT. Kaltim Methanol Industri (KMI) didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia 25 Januari 1991 sebagai Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pada 9 Desember 1997, status ini berubah menjadi Perusahaan Investasi Asing (PMA) dengan Nissho Iwai Corporation sebagai pemegang saham terbesar (85%). PT. Humpuss memiliki 10% dan Daicel (Asia) Pte.Ltd. Singapura memiliki 5% saham lagi. Penggabungan Nissho Iwai Corporation dan Nichimen Corporation menjadi Sojitz Corporation pada 1 April 2004 membuat saham Nissho Iwai Corporation diserahkan kepada Sojitz Corporation.

PEMBANGUNAN INDUSTRI METANOL

Menperin menuturkan, rencana pembangunan coal to methanol di  BCIP di Kutai Timur bernilai investasi 2 miliar dolar AS. Proyek konsorsium antara PT Bakrie Capital Indonesia dengan PT Ithaca Resources dan Air Products and Chemical, Inc tersebut, diproyeksikan akan mengolah 4,7 – 6,1 juta ton batubara menjadi 1,8 juta ton metanol per tahun. “Proyek coal to methanol dengan proses gasifikasi batubara merupakan industri pionir di Indonesia. Hingga saat ini belum ada industri kimia dengan teknologi proses gasifikasi batubara,” terangnya.

Agus berharap, konsorsium rencana pembangunan coal to methanol ini dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar hingga beroperasi secara komersial nantinya. “Dalam mendukung pelaksanaan proyek coal to methanol Kemenperin juga akan senantiasa mendampingi pelaksanaan proyek ini dan akan turut membantu mengatasi permasalahan teknis yang muncul,” tegasnya.

KEGUNAAN INDUSTRIAL METANOL
Menurut Menperin, industri metanol merupakan industri petrokimia yang memegang peranan sangat penting bagi pengembangan industri di hilirnya. Bahan baku metanol sangat dibutuhkan dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood. Metanol juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan migas. Kemudian metanol merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel.

Selain itu, metanol dapat diolah lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) yang dapat dimanfaatkan sebagai produk bahan bakar. “Metanol akan terus memainkan peran penting sebagai bahan baku utama di industri kimia. Hal tersebut secara pasti akan membuat kebutuhan metanol meningkat di masa mendatang,” ungkap Menperin.

Terkait biodiesel, dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah menargetkan penerapan penggunaan biodiesel B40 pada tahun 2022 dan bertahap menjadi B100 pada 2024-2025. “Karena banyak dibutuhkan, maka industri metanol didorong agar tumbuh terus,” ujarnya.

Menperin menambahkan, saat ini sektor industri dituntut untuk menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional karena sektor industri berperan penting dalam menciptakan nilai tambah, perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada tahun 2019, kontribusi sektor industri pengolahan non-migas merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang mencapai angka 17,58% atau sekitar Rp2.784 triliun. “Kontribusi industri bahan kimia dan barang kimia pada tahun 2019 mencapai 1,16% atau sekitar Rp184 triliun, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,12%,” sebutnya.

Pertumbuhan industri bahan kimia dan barang kimia tahun 2019 menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu sebesar 8,20% dibandingan tahun sebelumnya yang tumbuh negatif -4,18%. Sedangkan, nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia pada 2019 mencapai 12,65 miliar dolar AS, dengan nilai impor sejumlah 21,51 miliar dolar AS. Total investasi di sektor tersebut pada 2019 mencapai Rp23,54 triliun.

Pemerintah akan terus berupaya menciptakan iklim usaha industri yang baik, menguntungkan, dan berkesinambungan melalui berbagai kebijakan sehingga investasi dapat terus bertumbuh dan kekuatan ekonomi negeri kita menjadi semakin kokoh,” pungkasnya.

KESIMPULAN

Kebutuhan metanol di dalam industri lokal dalam negeri Indonesia sekitar dua juta ton dan baru dapat dipenuhi dari produsen lokal sebesar 700.000 ton. Pemerintah mendukung hilirisasi batubara karena Indonesia memiliki potensi cadangan batubara medium range yang sesuai digunakan untuk likuifikasi menjadi methanol. Proses konstruksi proyek ini akan dapat diselesaikan di kuartal-III 2023. Sehingga, bisa diresmikan sebelum masa pergantian pemerintahan pada 2024 mendatang. 

Di Metalextra, rencana kerja kami terlaksana karena kami mendengarkan, mengulas, dan menganalisis tantangan dari pelanggan kami. Spesialis kami akan memulai dengan menghabiskan waktu di lantai workshop Anda dan di laboratorium Anda. Kemudian, kami mencari solusi dan menemukan jawaban yang sesuai dengan kebutuhan anda.

Jika Anda berminat untuk membeli alat kerja presisi ataupun beragam alat aksesoris machining dan cutting tool dimensi metric lainnya silahkan hubungi kami melalui chat online yang ada di pojok kanan bawah website ini atau melalui email: sales@metalextra.com Semoga bermanfaat. Wassalam!


Sumber:  Siaran Pers Kementrian Perindustrian May 2020

Tim Kreatif Metalextra.com, Kesimpulan di tulisan ini merupakan opini Pribadi di media milik sendiri.

Awalnya dipublikasikan pada18 Mei 2020 @ 1:04 PM

Tinggalkan Balasan