Steelworking Indonesia akan bertumbuh!

Negara penghasil baja terbesar saat ini adalah China, yang menyumbang 51,3% dari produksi baja dunia pada tahun 2018. Pada tahun 2008, 2009, 2015 dan 2016 output turun di sebagian besar negara-negara penghasil baja sebagai akibat dari resesi global. Pada 2010 dan 2017, mulai naik lagi. Indonesia berada diperingkat 11 sebagai negara pengimpor baja terbanyak sedunia.

KENAPA INDONESIA FOKUS PADA INDUSTRI BAJA

Baja merupakan paduan besi dan karbon, dan kadang-kadang elemen lainnya. Karena kekuatan tariknya yang tinggi dan biaya rendah, baja adalah komponen utama yang digunakan dalam bangunan, infrastruktur, peralatan, kapal, kereta api, mobil, mesin, peralatan, dan senjata.
Besi yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia merupakan logam dasar dari baja. Besi mampu mengambil dua bentuk kristal (bentuk allotropik), kubik berpusat badan dan kubik berpusat pada wajah, tergantung pada suhunya. Dalam pengaturan kubik berpusat pada tubuh, ada atom besi di pusat dan delapan atom di simpul masing-masing sel satuan kubik; di kubik berpusat muka, ada satu atom di pusat masing-masing dari enam wajah sel satuan kubik dan delapan atom pada simpulnya. Ini adalah interaksi dari alotrop besi dengan elemen paduan, terutama karbon, yang memberikan baja dan besi cor berbagai sifat unik.

Pemerintah bertekad semakin serius untuk membina dan membangun industri baja nasional, baik itu yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta. Oleh karena itu, berbagai langkah strategis disiapkan agar industri baja di Tanah Air bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan berdaya saing hingga kancah global.

Salah satu pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan saat ini adalah menekan impor dan fokus terhadap peningkatan utilisasi industri-industri baja nasional agar bisa menyuplai kebutuhan bahan baku bagi sektor hilir di dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Rabu (12/2).

Menperin menegaskan, guna mendongkrak utilisasi tersebut, pihaknya terus mendorong industri baja nasional supaya menerapkan teknologi modern dalam proses produksinya. Hal ini guna menghasilkan produk berkualitas secara lebih efisien, sehingga akan mampu kompetitif dari sisi harga dengan produk luar negeri.

Apalagi, Indonesia punya potensi bahan baku yang cukup besar, seperti cadangan pasir besi di Pulau Jawa yang masih perlu diolah lagi untuk meningkatkan nilai tambahnya. Hal ini tentunya butuh teknologi yang update untuk bisa menghasilkan produksi lebih maksimal,” paparnya.

Lebih lanjut, guna mengurangi banjirnya produk baja dan besi yang berasal dari impor, pemerintah siap memberikan perlindungan bagi industri di dalam negeri. Kebijakan itu misalnya melalui pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD), safeguard, dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib produk baja.

Selanjutnya, kita harus melihat gambaran umum dari data tata niaga baja itu sendiri. Jadi, dari data statistik yang kami miliki, sebetulnya industri baja nasional itu bisa menyuplai sampai 70 persen dari kebutuhan dalam negeri kalau bisa ditingkatkan kapasitasnya. Sedangkan, sisa 30 persennya memang belum ada industrinya di dalam negeri,” ungkapnya.

Agus menyampaikan, kebijakan untuk menekan impor baja ini diyakini dapat mengoptimalkan kapasitas produksi industri di dalam negeri. “Artinya, pasokan dalam negeri tetap dalam porsi yang maksimal,” imbuhnya.

DAUR ULANG SLAG LOGAM SCRAP

Di samping itu, dalam ratas, telah diputuskan bahwa slag tidak lagi dianggap sebagai limbah. Sebab, hanya ada dua negara di dunia yang melihat slag itu sebagai limbah, yakni Indonesia dan Belgia. “Sementara Belgia sendiri sudah tidak ada industrinya,” tegas Menperin.

Berdasarkan penilaian dari Evironment Protection Energy (EPA), slag dari baja dan besi tidak membahayakan. “Jadi, kita ikuti international practice seperti apa,” sebutnya.

Menperin menambahkan, di Uni Eropa dan Jepang, slag baja digunakan sepenuhnya untuk proses produksi ulang yang sejalan dengan konsep circular economy. “Jadi, slag baja itu tidak dianggap sebagai sampah, tetapi bisa digunakan sebagai bahan baku untuk mendukung circular economy,” terangnya.

Kemudian, dalam ratas juga diputuskan relaksasi impor untuk scrap logam karena industri dalam negeri membutuhkannya sebagai bahan baku dan mendukung hilirisasi. Saat ini, kebutuhan scrap mencapai 9 juta ton, yang dapat mendukung produksi billet sebesar 4 juta ton per tahun.

Penggunaan scrap dinilai akan berdampak positif terhadap beberapa aspek, antara lain menghemat defisit neraca sekitar USD100 per ton. “Apabila produksinya bisa mencapai 4 juta ton per tahun, bisa saya katakan juga ada opportunity loss bagi industri dalam negeri, USD400 juta per tahun,” tandasnya.

Selain itu, penggunaan scrap juga dinilai akan berdampak positif dengan meningkatnya daya saing industri hilir karena mendapatkan bahan baku yang lebih kompetitif serta memperluas peluang kerja.

KESIMPULAN

Di Metalextra, rencana kerja kami terlaksana karena kami mendengarkan, mengulas, dan menganalisis tantangan dari pelanggan kami. Spesialis kami akan memulai dengan menghabiskan waktu di lantai workshop Anda dan di laboratorium Anda. Kemudian, kami mencari solusi dan menemukan jawaban yang sesuai dengan kebutuhan anda.

Jika Anda berminat untuk membeli alat kerja presisi ataupun beragam alat aksesoris machining dan cutting tool dimensi metric lainnya silahkan hubungi kami melalui chat online yang ada di pojok kanan bawah website ini atau melalui email: sales@metalextra.com Semoga bermanfaat. Wassalam!


Sumber: Kementrian Perindustrian Indonesia

Tim Kreatif Metalextra.com, Kesimpulan di tulisan ini merupakan opini Pribadi di media milik sendiri.

Awalnya dipublikasikan pada16 Februari 2020 @ 11:56 PM

Tinggalkan Balasan