Kenapa Produk Tekstil Hasil Import Mengancam Bangkrutnya Industri Tesktil Lokal Indonesia?

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengungkapkan, aktivitas impor produk bekas hasil industri tekstil yang berlangsung selama ini mengancam industri di Indonesia. Karena lebih banyak sisi negatifnya dibandingkan yang positif. “Jadi perlu law enforcement dan itu tidak boleh dibiarkan. Jadi Bea Cukai, aparat perdagangan harus sangat serius, (ini) menyangkut hidup mati IKM kita bidang tekstil,” kata Arif di Jakarta, Rabu (11/9/2019). Arif menyampaikan, praktik impor barang bekas berupa pakaian ini tidak boleh dibiarkan dan harus ditindak. Sebab, peredaran atau jualbeli produk bekas itu sudah menyebar secara luar di dalam negari.

Kondisi ini juga dipandang akan meragukan dan mengancam kelangsungan industri di tanah air. Utamanya bagi pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) maupun konveksi. “Kalau dibiarkan terus menerus merebak kemana-mana, ke wilayah pedesaan masuk semua, saya melihat betul di Sumatera Utara, sudah lama sekali ada istilah monza, itu semuanya tekstil bekas,” sebutnya. Dia mencurigai, adanya aktivitas impor barang bekas ini sudah terorganisir dengan baik. Sehingga, barang sudah jelas dilarang dalam aturan masih saja bisa masuk serta diperjualbelikan.

Dasar hukum pelarangan itu ialah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. “Ada apa? kemungkinan ada organisasi yang mengatur, ini terorganisasi dan tidak boleh dibiarkan. Karena mengancam industri tekstil dalam negeri. Ini harus serius, karena secara undang-undang sudah dilarang,” tegasnya. Meskipun begitu, Arif menilai industri tekstil di Indonesia sejauh ini masih alami pertumbuhan. Ini jika dilihat secara agregat atau dalam perjalanannya. ” Industri tekstil kita masih tetap tumbuh dan tumbuhnya itu boleh dikatakan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional,” bebernya. Menurut dia, dengan konsistensi pertumbuhan itu sektor industri tekstil memberikan kontribusi yang terbilang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan angkanya bisa mencapai sekitar 1 hingga 1,2 persen. “Walaupun ada kecenderungan persentasenya sedikit menurun tetapi masih di sekitar itu. Masih relatif stabil,” pungkasnya.

asar hukum pelarangan itu ialah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. “Ada apa? kemungkinan ada organisasi yang mengatur, ini terorganisasi dan tidak boleh dibiarkan. Karena mengancam industri tekstil dalam negeri. Ini harus serius, karena secara undang-undang sudah dilarang,” tegasnya. Meskipun begitu, Arif menilai industri tekstil di Indonesia sejauh ini masih alami pertumbuhan. Ini jika dilihat secara agregat atau dalam perjalanannya. ” Industri tekstil kita masih tetap tumbuh dan tumbuhnya itu boleh dikatakan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional,” bebernya. Menurut dia, dengan konsistensi pertumbuhan itu sektor industri tekstil memberikan kontribusi yang terbilang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan angkanya bisa mencapai sekitar 1 hingga 1,2 persen. “Walaupun ada kecenderungan persentasenya sedikit menurun tetapi masih di sekitar itu. Masih relatif stabil,” pungkasnya.

source: kompas


 

 

Awalnya dipublikasikan pada7 Juni 2020 @ 10:37 PM

Tinggalkan Balasan