Pepsi di usir Salim Group di Indonesia, Kenapa?

Hengkangnya PepsiCo dari Indonesia disebut tak akan mempengaruhi industri minuman di dalam negeri. “Secara makro nasional tidak terlalu besar dampaknya. Persoalan yang mengakibatkan Pepsi keluar dari Indonesia lebih terkait kerja sama dengan mitra Pepsi berupa pemutusan kontrak bisnis,” kata Direktur Jenderal Industri Makanan dan Minuman Kementerian Perindustrian Abdul Rochim saat dihubungi di Jakarta, Kamis 3 Oktober 2019.

Rochim memaparkan, pangsa pasar Pepsi untuk jenis minuman ringan non alkohol atau Non Alcohol Ready to Drink (NARTD) di Indonesia terlalu besar. Ceruk penggemar Pepsi tidaklah  sebesar kompetitornya untuk produk sejenis. “Jadi dipastikan keluarnya Pepsi Cola bukan karena iklim bisnis di dalam negeri yang tidak kondusif,” papar Rochim.

Emiten Grup Salim, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemilik lisensi restoran waralaba KFC, buka suara atas  hengkangnya Pepsi dari Indonesia dan berimbas pada distribusi minuman karbonasi itu.

Dengan berakhirnya kontrak, maka penikmat ayam KFC di Indonesia mulai Oktober ini tak akan lagi bisa menikmati ayam ditemani dengan minuman Pepsi. Sebab secara bertahap Fast Food bakal mengganti minumannya dengan Coke alias Coca Cola dan produk turunannya.

Direktur Fast Food Indonesia Justinus Dalimin mengatakan mulai bulan ini secara bertahap KFC akan mulai melakukan penggantian jenis minuman di tiap gerai yang dikelolanya. Hal ini dilakukan karena Pepsi akan menghentikan suplai ke perusahaan dan hengkang dari Indonesia.

Menurut Rochim, data yang ada saat ini, secara keseluruhan menunjukkan pertumbuhan industri minuman masih positif. Sektor industri minuman pada semester I Tahun 2019 menunjukkan pertumbuhan sebesar 22,74 persen, yang berkontribusi sebesar 2,01 persen terhadap industri pengolahan non migas dengan nilai investasi penanaman modal asing (PMA) sebesar US$ 68,72 juta  dan investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp1,43 triliun.
Kemenperin mencatat, realisasi investasi di sektor industri minuman pada semester I Tahun 2019 mencapai Rp 1,4 triliun untuk PMDN dan US$ 68,72 juta untuk PMA.
Rochim menegaskan pemerintah akan tetap memfasilitasi masalah-masalah yang timbul, seperti pada Pepsi Cola, agar dapat dicarikan jalan keluarnya. Pemerintah juga berharap merek tersebut dapat kembali ke pasar Indonesia untuk menambahkan variasi produk minuman ringan yang ada. “Secara khusus saya akan mengundang Pepsi untuk mengetahui secara pasti permasalahannya dan apa bisa difasilitasi,” kata Rochim.

Perlu diketahui, PepsiCo memiliki perjanjian dengan KFC di Indonesia untuk melakukan suplai eksklusif tertanggal 12 Januari 2018.

“Berdasarkan perjanjian tersebut, Pepsi akan menyuplai minuman Carbonated Soft Drink dan produk minuman kemasan yang dijual oleh FAST serta sirup yang digunakan untuk produk FAST,” tulis manajemen FAST, dalam laporan keuangan Juni 2019.

Pepsi juga memberikan insentif volume kepada FAST dengan tingkat tertentu atas peningkatan jumlah pembelian tahunan dan untuk kegiatan promosi tertentu. Namun, dalam laporan keuangan tersebut, disebutkan bahwa perpanjian diperpanjang sampai dengan tanggal 30 September 2022.

Hengkangnya Pepsi dari Indonesia dilaporkan dalam pernyataan Juru Bicara PepsiCo, keputusan pemutusan kontrak tersebut efektif per 10 Oktober 2019. “Efektif 10 Oktober, AIBM tidak akan lagi memproduksi, menjual atau mendistribusikan minuman untuk PepsiCo,” bunyi keterangan tersebut dikutip Detikfinance.

Di Indonesia, PepsiCo bekerja sama dengan PT Anugerah Indofood Barokah Makmur (AIBM), perusahaan yang terafiliasi dengan Salim Grup dan masih terhitung anak usaha PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan induk berujung pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari manajemen Indofood, termasuk juga dari Direktur INDF Franciscus Welirang dan Axton Salim.

Pada penutupan perdagangan sesi I di Bursa Efek Indonesia, Kamis (3/10/2019), saham INDF minus 0,33% di level Rp 7.650/saham, sementara saham ICBP menguat 0,82% di level Rp 12.300/saham.

Dalam laporan keuangan Juni 2019, disebutkan bahwa AIBM dan IASB atau PT Indofood Asahi Sukses Beverage mengakuisisi PT Prima Cahaya Indo Beverages (PCIB).

Pada saat penyelesaian transaksi akuisisi tersebut, 12 September 2013, melalui Exclusive Bottling Agreement (EBA), Indofood Asahi diberikan hak oleh PepsiCo Inc. dan perusahaan afiliasinya, untuk memproduksi, menjual dan mendistribusikan secara eksklusif produk minuman non-alkohol dengan menggunakan merek-merek milik PepsiCo di Indonesia.

Indofood Asahi sebelumnya telah melakukan penggabungan usaha ke dalam AIBM dan Indofood juga telah mengirimkan surat pemberitahuan mengenai penggabungan usaha kepada PepsiCo, sehingga semua hak dan kewajiban perusahaan yang tercakup di dalam EBA beralih menjadi hak dan kewajiban AIBM.

“Perjanjian tersebut akan berakhir dalam jangka waktu 5 tahun sejak tanggal efektif dan telah diperpanjang hingga 2019,” tulis manajemen ICBP.

source: tempo


 

 

 

Awalnya dipublikasikan pada6 Juni 2020 @ 10:20 AM

Tinggalkan Balasan

error: Alert: Content is protected!